Aku
punya sebuah cerita. Cerita ini mengenai seorang anak perempuan bernama Alna.
Ia tidak bisa tersenyum. Alna, adalah seorang anak perempuan yang tidak bisa
tersenyum. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum
Ia
adalah seorang gadis yang cukup jelita. Di kalangan sekolah, ia cukup terkenal,
terutama di lingkaran para laki-laki. Alna merupakan seorang gadis dengan tubuh
proporsional, wajah yang indah dipandang, dan tutur kata yang halus.
Jika
tersenyum, ia terlihat sangat manis.
Kawan,
ini adalah sebuah cerita. Cerita ini mengenai seorang gadis perempuan jelita
bernama Alna. Satu hal yang unik mengenai dirinya: Alna tidak pernah bisa
tersenyum.
Di
suatu pagi, aku kebetulah bertemu dengannya.
“Pagi!”
sapanya penuh semangat.
Aku
tergagap. “Ah, Pa..pa..pagi!”
Entah
mengapa aku tergagap. Aku hanya merasa kikuk berada di hadapan seorang gadis
incaran laki-laki lainnya. Aku tidak ingat pernah berkenalan dengan Alna.
Maksudku, aku cukup dikenal di sekolah ini sebagai seorang anak OSIS, namun aku
tidak tahu jika Alna juga mengenalku.
Ini
memang bukan hal yang aneh. Cukup sering terjadi di saat kita tidak mengenal
seseorang namun orang itu mengetahui kita. Dan apa yang kalian lakukan? Aku
memilih untuk pura-pura mengenalnya. Setidaknya itu membantu. Cukup membantu.
Ia
melambaikan tangannya.
Aku
balas dengan lambaian tangan juga.
“Kamu
tidak masuk ke kelas?” tanyanya.
“Belum.
Pak Guru belum masuk kelas,” jawabku.
“Oh,”
jawabnya sekenanya.
“Ya
sudah deh, aku kembali ke kelas dulu ya!” ujarku.
“Baiklah!”
Katanya sembari tersenyum manis.
Aku
membalas senyumnya.
Aku
membalas senyumnya karena aku rasa ia tersenyum kepadaku.
Sobat,
aku memiliki sebuah cerita. Sebuah cerita yang entah mengapa tidak ingin aku
sebarkan, namun aku sangat ingin menceritakannya. Cerita ini adalah sebuah
cerita mengenai seorang gadis cantik yang diidolakan banyak laki-laki. Namanya
Alna. Ada satu hal yang aku herankan dari dirinya. Ia tidak bisa tersenyum.
“Oi,
Tyo!” temanku memanggilku.
“Oi!
Ada apa?” balasku.
“Gila
lo! Bisa kenal juga sama Alna?” tanya teman yang satu lagi.
Aku
tersenyum. “Entahlah. Aku tidak pernah mengajak dia berkenalan, kok.”
“Ciee…jangan-jangan
dia sebenarnya suka sama kamu tuh.”
Aku
hanya tersenyum sembari menggeleng. “Tidak ah, tidak mungkin.”
“Loh,
mungkin saja lagi!” ujar temanku yang lain.
Kami
berlima berkumpul. Empat orang temanku ini dapat aku bilang merupakan penggemar
Alna. Mereka memiliki alasan yang berbeda-beda mengapa mereka menyukai Alna.
Kawan
pertamaku berkata, “Aku menyukai paras wajah Alna. Ia cantik…namun, aku melihat
sesuatu yang lain dari dirinya. Menurutku dia manis dan imut, jadi aku tidak
merasa bosan memandanginya. Kau tahu, aku rasa itu adalah alasan terbesar
mengapa aku menyukainya.”
Sobat
keduaku memiliki alasan lain. “Aku suka dari cara dia berbicara. Kalau dia
sudah bicara itu…aduh…aku mengelus dadaku sendiri. Kau tahu, nadanya sangat
menyejukkan. Setiap aku memiliki masalah atau sedang banyak pikiran, aku
tinggal memanggil Alna saja. Setelah aku memanggilnya, ia akan membalas dengan
suara lembutnya. Dan, ah, kau tahu, aku suka itu. Semua bebanku serasa
terangkat. Aku merasa terobati dengan hanya mendengar suaranya saja.”
Itu
alasan kedua temanku.
Temanku
yang ketiga memiliki sebuah alasan yang menurutku cukup unik.
“Kau
tahu, Tyo,” ujarnya suatu hari. “Alna itu…menurutku berbeda. Ia anak dengan pribadi
yang unik. Mungkin orang lain beranggapan bahwa ia cantik, suaranya
menenangkan, namun aku memiliki sesuatu yang berbeda darinya. Salah satu hal
yang membuat aku menjadi penggemarnya adalah senyumnya.”
Senyumnya.
Senyumnya
sangat indah.
Kau
tahu, temanku? Aku memiliki sebuah cerita. Ini hanya cerita klise. Cerita klise
yang jarang didengar orang. Cerita ini mengenai seorang anak perempuan SMA yang
digandrungi banyak pria. Namun kau tahu, teman? Perempuan itu, yang bernama
Alna, tidak bisa tersenyum.
Sahabatku
yang keempat memiliki alasan lain. Ia beralasan…entahlah, aku mendengar bahwa
ia berkata mengenai matanya.
“Aku
menyukai matanya,” katanya. “Matanya membuatku jatuh cinta di saat pandangan
yang pertama.”
Mata.
Mata.
Ya,
mata!
Aku
punya sebuah cerita. Kawan, ini adalah sebuah cerita. Sobat, aku memiliki
sebuah cerita. Kau tahu, temanku? Aku memiliki sebuah cerita. Cerita mengenai
seorang gadis yang cantik jelita. Entahlah, teman-temanku berkata demikian. Aku
juga mendengar banyak hal darinya. Namun, satu hal yang pasti: aku tidak pernah
melihatnya tersenyum.
Aku
dengar Alna adalah seorang gadis yang cantik, memiliki tubuh proporsional, mata
yang indah, dan senyum yang manis.
Aku
selalu merasa ia adalah anak yang baik. Aku juga selalu mendengarkan tutur
katanya yang halus dan suaranya yang menenangkan. Namun, aku belum pernah
melihatnya tersenyum.
Aku
serius. Kejadian beberapa tahun yang lalu membuatku demikian. Aku tidak pernah
bisa melihat Alna tersenyum. Bukan membuatku pesimis, tetapi membuatku tidak
bisa menikmati senyumnya dengan mataku sendiri.
Aku
dengar, senyum Alna manis. Benarkah itu?
Oh
ya, sahabatku, maafkan aku. Aku memang bercerita mengenai Alna yang tak pernah
aku lihat ia tersenyum. Tetapi sahabatku, aku lupa menceritakan satu hal. Satu
hal mengenai diriku.
Aku
buta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar