Senin, 24 Februari 2014

Gadis yang Tidak Bisa Tersenyum

Aku punya sebuah cerita. Cerita ini mengenai seorang anak perempuan bernama Alna. Ia tidak bisa tersenyum. Alna, adalah seorang anak perempuan yang tidak bisa tersenyum. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum

Ia adalah seorang gadis yang cukup jelita. Di kalangan sekolah, ia cukup terkenal, terutama di lingkaran para laki-laki. Alna merupakan seorang gadis dengan tubuh proporsional, wajah yang indah dipandang, dan tutur kata yang halus.


Jika tersenyum, ia terlihat sangat manis.

Kawan, ini adalah sebuah cerita. Cerita ini mengenai seorang gadis perempuan jelita bernama Alna. Satu hal yang unik mengenai dirinya: Alna tidak pernah bisa tersenyum.

Di suatu pagi, aku kebetulah bertemu dengannya.

“Pagi!” sapanya penuh semangat.

Aku tergagap. “Ah, Pa..pa..pagi!”

Entah mengapa aku tergagap. Aku hanya merasa kikuk berada di hadapan seorang gadis incaran laki-laki lainnya. Aku tidak ingat pernah berkenalan dengan Alna. Maksudku, aku cukup dikenal di sekolah ini sebagai seorang anak OSIS, namun aku tidak tahu jika Alna juga mengenalku.

Ini memang bukan hal yang aneh. Cukup sering terjadi di saat kita tidak mengenal seseorang namun orang itu mengetahui kita. Dan apa yang kalian lakukan? Aku memilih untuk pura-pura mengenalnya. Setidaknya itu membantu. Cukup membantu.

Ia melambaikan tangannya.

Aku balas dengan lambaian tangan juga.

“Kamu tidak masuk ke kelas?” tanyanya.

“Belum. Pak Guru belum masuk kelas,” jawabku.

“Oh,” jawabnya sekenanya.

“Ya sudah deh, aku kembali ke kelas dulu ya!” ujarku.

“Baiklah!” Katanya sembari tersenyum manis.

Aku membalas senyumnya.

Aku membalas senyumnya karena aku rasa ia tersenyum kepadaku.

Sobat, aku memiliki sebuah cerita. Sebuah cerita yang entah mengapa tidak ingin aku sebarkan, namun aku sangat ingin menceritakannya. Cerita ini adalah sebuah cerita mengenai seorang gadis cantik yang diidolakan banyak laki-laki. Namanya Alna. Ada satu hal yang aku herankan dari dirinya. Ia tidak bisa tersenyum.

“Oi, Tyo!” temanku memanggilku.

“Oi! Ada apa?” balasku.

“Gila lo! Bisa kenal juga sama Alna?” tanya teman yang satu lagi.

Aku tersenyum. “Entahlah. Aku tidak pernah mengajak dia berkenalan, kok.”

“Ciee…jangan-jangan dia sebenarnya suka sama kamu tuh.”

Aku hanya tersenyum sembari menggeleng. “Tidak ah, tidak mungkin.”

“Loh, mungkin saja lagi!” ujar temanku yang lain.

Kami berlima berkumpul. Empat orang temanku ini dapat aku bilang merupakan penggemar Alna. Mereka memiliki alasan yang berbeda-beda mengapa mereka menyukai Alna.

Kawan pertamaku berkata, “Aku menyukai paras wajah Alna. Ia cantik…namun, aku melihat sesuatu yang lain dari dirinya. Menurutku dia manis dan imut, jadi aku tidak merasa bosan memandanginya. Kau tahu, aku rasa itu adalah alasan terbesar mengapa aku menyukainya.”

Sobat keduaku memiliki alasan lain. “Aku suka dari cara dia berbicara. Kalau dia sudah bicara itu…aduh…aku mengelus dadaku sendiri. Kau tahu, nadanya sangat menyejukkan. Setiap aku memiliki masalah atau sedang banyak pikiran, aku tinggal memanggil Alna saja. Setelah aku memanggilnya, ia akan membalas dengan suara lembutnya. Dan, ah, kau tahu, aku suka itu. Semua bebanku serasa terangkat. Aku merasa terobati dengan hanya mendengar suaranya saja.”

Itu alasan kedua temanku.

Temanku yang ketiga memiliki sebuah alasan yang menurutku cukup unik.

“Kau tahu, Tyo,” ujarnya suatu hari. “Alna itu…menurutku berbeda. Ia anak dengan pribadi yang unik. Mungkin orang lain beranggapan bahwa ia cantik, suaranya menenangkan, namun aku memiliki sesuatu yang berbeda darinya. Salah satu hal yang membuat aku menjadi penggemarnya adalah senyumnya.”

Senyumnya.

Senyumnya sangat indah.

Kau tahu, temanku? Aku memiliki sebuah cerita. Ini hanya cerita klise. Cerita klise yang jarang didengar orang. Cerita ini mengenai seorang anak perempuan SMA yang digandrungi banyak pria. Namun kau tahu, teman? Perempuan itu, yang bernama Alna, tidak bisa tersenyum.

Sahabatku yang keempat memiliki alasan lain. Ia beralasan…entahlah, aku mendengar bahwa ia berkata mengenai matanya.

“Aku menyukai matanya,” katanya. “Matanya membuatku jatuh cinta di saat pandangan yang pertama.”

Mata.

Mata.

Ya, mata!

Aku punya sebuah cerita. Kawan, ini adalah sebuah cerita. Sobat, aku memiliki sebuah cerita. Kau tahu, temanku? Aku memiliki sebuah cerita. Cerita mengenai seorang gadis yang cantik jelita. Entahlah, teman-temanku berkata demikian. Aku juga mendengar banyak hal darinya. Namun, satu hal yang pasti: aku tidak pernah melihatnya tersenyum.

Aku dengar Alna adalah seorang gadis yang cantik, memiliki tubuh proporsional, mata yang indah, dan senyum yang manis.

Aku selalu merasa ia adalah anak yang baik. Aku juga selalu mendengarkan tutur katanya yang halus dan suaranya yang menenangkan. Namun, aku belum pernah melihatnya tersenyum.

Aku serius. Kejadian beberapa tahun yang lalu membuatku demikian. Aku tidak pernah bisa melihat Alna tersenyum. Bukan membuatku pesimis, tetapi membuatku tidak bisa menikmati senyumnya dengan mataku sendiri.

Aku dengar, senyum Alna manis. Benarkah itu?

Oh ya, sahabatku, maafkan aku. Aku memang bercerita mengenai Alna yang tak pernah aku lihat ia tersenyum. Tetapi sahabatku, aku lupa menceritakan satu hal. Satu hal mengenai diriku.


Aku buta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar